Laman

Minggu, 28 Maret 2010

PROBLEMA IDEALISME PENDIDIKAN

PROBLEMA IDEALISME PENDIDIKAN

Muhammad Alwi

Pendidikan adalah apapun upaya dan usaha yang bertujuan. Sehingga disini ada pengandaian-pengandaian yang tersembunyi yaitu tujuan. Apa tujuannya, bagaimana meraih tujuan itu, sarana dan prasarana apa yang dibutuhkan. Tetapi dari semuanya tujuanlah yang banyak "menentukan".

Untuk meraih tujuan itu manusia malekukan persiapan-persiapan dengan berbagai Test. IQ, EQ, SQ dan AQ. Setelah terlihat potensi dasarnya maka akan diteruskan dengan persiapan lain (sarana prasarana) yang mendukung potensi diatas untuk meraih tujuan yang ditetapkan awal. Tetapi yang mesti kita ingat adalah IQ, EQ, SQ dan AQ itu "tidak saling mendukung" walau tidak saling berlawanan (minimal ini dari penelitian oleh Stephen Rosen; 1997).

Padahal kalau kita lihat tujuan pendidikan yang oleh UNESCO dikatakan dengan empat pilar pendidikan yaitu Learning to Know (instrumen pemahaman akan diri sendiri dan lingkungannya. Tahu apa itu ATM, tahu bermacam-macam hewan, tumbuhan dst), Learning to Do (memungkinkan pembelajar untuk mengaplikasikan pemahamannya dan bertindak secara kreatif. Ini kemampuan kemampuan teknis yang biasanya disesuaiaan dengan kebutuhan gelar dan pasar tenaga kerja), Laerning to Live Together (Kerja sama, Kepemimpinan, pelestarian nilai-nilai budaya dst) dan Learning to Be (ini adalah gagasan yang agak idealis dimana diharapkan pembelajar tahu siapa dirinya dalam hubungannya dengan orang lain dan alam, mengerti apa yang harus dilakukan dan melakukannya dengan baik).

Jelas dari uraian diatas, kesemuanya itu mengacu pada keempat kecerdasan yang telah disebutkan. Tetapi mengapa "seakan" pendidikan dalam lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun informal tidak berhasil dan boleh dikatakan gagal? Bahkan kata Paul Friere (pendidik kelompok Marxian), pendidikan sekarang bukan "membebaskan manuia kepada kemanusiaannya malah membodohkan dan membelenggu, mengasingkan manusia dari kemanusiaannya".

Ada beberapa hal yang mesti kita pikirkan dan diskusikan lebih lanjut, yaitu pengaruh "Materialisme-kapitalisme". Dimana dengan faham diatas tujuan dari segala tujuan direduksi menjadi satu kata "efisiensi". Efisiensi disempitkan menjadi yang bermanfaat (pragmatisme), dan yang bermanfaat itu harus dapat diukur (measurable) dan ukurannya harus kasat mata dan dinotasikan dengan bentuk pertukaran dengan yang lain dan alat ukurnya adalah "Uang". (Lihat tanbahannya pada Kebenaran = Pasar)

Maka akhirnya uang menjadi segalanya (walau kita bukan berarti menafikan perlunya uang), dengan ini akhirnya kita lihat bagaimana kita gusar bila anak-anak didik kita nilai Matematikanya rendah, Bahasa Inggrisnya rendah. Tetapi kita tidak terlalu peduli dengan pelajaran Sejarah Kebudayaan, Sosiologi, Antropologi dst. Karena "pasar" dan untuk mendapatkan "uang", diakui di masyarakat dst, bila kita mampu menguasai bidang-bidang itu.

Kita lihat bagaimana contoh dimasyarakat kita; lest Matematika, Fisika, Kimia, B. Inggris dst menjamur dimana-mana (bahkan dengan biaya yang cukup tinggi). Tetapi apakah sama semaraknya lest-lest itu dengan lest B. Arab, Sejarah, Aqidah/Tauhid, Sosiologi, Antropologi dst. Dan yang jarang menjadi perhatian kita adalah bahkan dalam "lembaga pendidikan berbasis agama" dan orang tua-orang tua yang paling agamis sekalipun tidak luput dari upaya ini. Mereka gusar dan akan mengeleskan anaknya Matematika, B. Inggris dst, melebihi kegusarannya dibanding pelajaran lainya.

Ini memang cukup beralasan kata Karl Marx, sebab kita itu makan, berpakaian dulu, baru berfikir, bermasyarakat dan beragama. Apakah jangan-jangan betul kritikan Marx itu pada kita? Wallahu a'lam.

Tetapi memang seharusnya kita memikirkan antara ide dan realita dalam pendidikan. Antara yang semestinya harus diupayakan dan kenyataan yang mesti dihadapi. Dengan ini maka kita punya "strategi kebudayaan" kata C.A. Paursen. Kalaupun ikut arus, itu karena dengan sadar karena tidak atau sulit untuk melawan, tetapi mengetahui lubang-lubang didalamnya bahkan tekadang mengupayakan perubahan-perubahan baik dari dalam atau melakukan perlawanan-perlawanan untuk menentang arusnya.

Dan peringatan, sejarah, pengalaman masa lampau itu mestinya kita ambil, dan yang mampu mengambil peringatan-peringatan itu hanyalah mereka yang kata tuhan sebagai "ulil albab".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar