Laman

Minggu, 28 Maret 2010

GLOBALISASI DAN MAKNA KEBERAGAMAAN

TANTANGAN GLOBALISASI TERHADAP

MAKNA KEBERAGAMAAN

"Dan kami tiada membinasakan suatu negeri-pun melainkan ada baginya ketentuan yang telah ditetapkan. Tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya dan tidak (pula) dapat mengundurkannya" (QS. 15: 4-5).

A. Pengantar Panorama Globalisasi

Strategi adalah penciptaan nilai-nilai penyokong untuk pelanggan yang jauh lebih baik daripada nilai-nilai penyokong pesaing. Makanya inti sari dari strategi adalah penciptaan dan kemersialisasi ciptaan.

Dengan adanya ILE (interlanked economy) maka banyak acuan yang mestinya diperbaiki, terutama kebijakan-kebijakan dan acuan-acuan konvensional, seperti: Proteksi, Nasionalisme dll. Dengan ini, ditambah makin pesatnya informasi dan MNC (Multinational corporation) makin meraksasa, maka mau ataupun tidak mau PERAN NEGARA MENJADI SEMAKIN KECIL, mereka semestinya hanya sebagai penonton tidak berpihak, wasit (impartial spectator, meminjam kata-kata Adam Smith), dan sebagai penjamin sehingga masyarakat memiliki pilihan barang dan jasa yang terbaik dan termurah diseluruh penjuru dunia. Kebijakan seperti pengetatan suplai uang (tidak berlaku lagi), karena dengan ini, aliran uang masuk dari luar akan ada. Jika Bang Sentral menaikkan suku bunga, dana yang lebih murah dari luar akan masuk, dst.

Disamping itu dengan ILE, negara pemenang dan yang kalah sangat relatif, sebab yang kalah menjadi menarik karena mata uangnya rendah dan TK menjadi banyak tersedia dan rendah. Pemenang demikian juga tidak semestinya menang karena akan terkurangi karena mata uangnya akan naik, upah akan tinggi.

Ada hal-hal yang penting dalam persaingan global sekarang ini yang perlu diperhatikan; 5 C (diambil dari "The Borderless World", Kenichi Ohmae, McKinsey & Company Inc, 1991. p 3-13)

Customer, kekuatan mereka makin tinggi, karena informasi yang kamin lengkap dan tiadanya kesetiaan mereka, kecuali dengan apa yang mereka inginkan. Tidak peduli itu dibuat dari mana dan merk apa. Disini penting menciptakan nilai baru bagi pelanggan (STRATEGI PRODUK), bukan menghalangi pesaing.

Competition, tidak ada lagi sekarang produk atau perusahaan yang unggul dalam semua hal. Bahkan inovasi sekalipun tidak mungkin akan bertahan lama, kecuali perusahaan lain akan memiliki produk itu. Kerjasama dan memanfaatkan kelebihan dan kekurangan perusahaan lain sangat diperlukan.

Company, otomatisasi (penciptaan produk masal) tetapi dengan bentuk kerajinan (memenuhi spesifikasi), memerlukan biaya penelitian, spesialis-spesialis dan biaya tetap yang sangat tinggi dan mengeluarkan banyak biaya variable. Karena inilah maka mau-tidak mau perusahaan harus bermain ke arah Global.

Currency, mata uang, depresiasi, inflasi dll, perusahaan harus memperhatikan ini untuk pembiayaan dan supaya posisi dalam manufacturing tidak terpengaruh atau dipengaruhi secara signifikan oleh mata uang, baik karena sangat rendah atau terlampau tinggi.

Country, hanya perusahaan yang benar-benar global yang dapat mencapai “lokalisasi global”, yaitu menjadi orang dalam (insider) sebanyak mungkin seperti perusahaan local, tetapi tetap mencapai manfaat dari operasi skala dunia. Perusahaan harus melayani kebutuhan pangsa pelanggan, tidak mendidik mereka menyukai produk yang ada, tetapi memberikan produk apa yang mereka butuhkan.

Keunggulan suatu negara

Pada zaman sekarang, TANAH, MODAL DAN SDA (sumber daya alam) tidak lagi banyak menentukan keberhasilan suatu negara, karena; tanah yang berarti pertanian tidak memiliki nilai tambah tinggi lagi, sehingga evolusi yang terjadi di negara-negara maju adalah pertanian (dulu) – manufacturing (pemabrikan) – jasa/informasi. Modal, dengan adanya pasar dunia, maka modal sendiri tidak “terlalu” banyak membantu. Sumber daya alam, apalagi, nilai tambahnya minim, dan hampir “tidak” ada negara yang terselamatkan dengan baik dengan sda, kecuali sebagaian negara Timur Tengah. Sekarang yang penting adalah Organisasi (manjemen, kebijakan), lihat bagaimana argentina dan Brazil dulu, motivasi dan disiplin pribadi (bangsa). Walaupun pada negara-negara yang baru membangun dengan cepat memerlukan dan dicirikan dengan simpanan tinggi, pendidikan baik, dan kerja keras.

Mengapa perlu memperhatikan TRIAD

Didalam Triad (AS, Eropa dan Jepang), yang terdiri dari 1 milyar penduduknya, memiliki rata-rata GNP $ 10.000. Disini sebagaian besar kekayaan dunia diciptakan, dikonsumsi dan didistribusikan ulang. Partisipasi didalam ILE (Triad), kunci bagi kemakmuran. Untuk negara yang suka mengisolasi diri secara tradisional. Hanya melalui penetapan saluran dua-arah yang sehat negara sedang berkembang menjadi makmur, karena ILE (Triad) adalah tempat dimana negara-negara dapat memperoleh nilai terbaik untuk apa yang mereka hasilkan. G-7 (semuanya adalah Triad). Kekayaan sekarang diciptakan didalam pasar, bukan didalam koloni dan tanah yang mengandung sumberdaya alam.

Sebagai ilustrasi pentingnya mereka;

Peringkat Negara atau perusahaan

GNP atau penjualan total th 1995

1

AS

7.100,0 ( dalam $ Miliar)

2

Jepang

4.963,6

3

Jerman

2.252,3

4

Prancis

1.452,1

5

Inggris

1.094,7

22

Indonesia

190,1

23

Mitsubishi (J)

184,4

24

Mitshui (J)

181,5

26

Itochu (J)

169,2

27

General Motor (AS)

168,8

28

Sumitomo (J)

167,5

35

Arab Saudi

133,5

37

Toyota (J)

111,1

38

Exxon (AS)

110,0

47

Hitachi (J)

84,2

51

Singapore

79,8

52

AT&T (AS)

79,6

53

Malaysia

78,3 dst

Diambil dari Donald A, Ball & Wendell H. McCulloch, "International Business, 7th ed". 2000, p 17.

Amerika Utara (AS)

Keunggulannya

AS adalah negara dengan penduduk terbesar ketiga didunia, dan merupakan pasar terbesar didunia. Pada tahun 1914 AS menghasilkan 34% seluruh keluaran industri dunia, 1955 58% dan pada tahun 1990 menurun menjadi 30%. Sekalipun apabila dilihat dari kurs mata uang, maka negara terkaya didunia adalah Jepang, tetapi apabila dihitung dari kesetaraan daya beli (yang merupakan perhitungan yang lebih realistis) AS lah negara terkaya ($21.961, tahun 1991), Jepang (19.042), Jerman (19.797) dst. (data diambil dari British Invisible Annual Repport, 1992) Pada tahun 1970 keluaran produk AS 2,6 kali keluaran Jerman ditambah Jepang. Sedangkan tahun 1987 menurun menjadi 1,3 kali.

Inti kekuatan AS terletak pada intelektual dan budayanya. Ini tercermin dari 159 dari seluruh hadiah nobel yang pernah diberikan yaitu 410 dipegang oleh AS. Dan industri jasa AS terbesar didunia. Sekalipun terjadi kemerosotan pada indistri pemabrikan. Tahun 1990-an, industri AS hanya mewakili 29,2 % GNP, Inggris 30, Perancis 28,7, Jerman 38,7 dan Jepang 41,8.

AS kelihatannya melakukan strategi perpindahan dari Industrialisasi ke Jasa lebih cepat dari lainnya. Dengan ini memang terlihat akhirnya mereka tertekan pada defisit transaksi perdagangannya. Sebab dalam saat-saat ini industri jasa belum diperdaganggan secara besar didunia. Tetapi makin lama akan mengarah kesana, ini terbukti dengan pada tahun 1990 36,1 % perdagangan dunia adalah sector jasa. Dan AS 30 % eksportnya adalah jasa.

Kekuaatan riil AS disamping intelektual, dengan 3 % dari seluruh eksportnya adalah dalam hal intelektual, dan AS juga eksportir terbesar senjata, dengan 60 % total penelitiannya untuk Persenjataan. Juga BUDAYA. Kalau yang lainnya dengan mudah untuk disaingi, dengan inovasi dll. Yang terakhir ini cukup langgeng. Jepang boleh saja menguasai saham-saham dan banyak paten stodio rekaman dan perfilm-an di Hollywood, tetapi lagu-lagunya, filmnya, dan masih banyak lainnya dimiliki oleh AS karena budayanya yang diminati oleh dunia lainnya. Lihat juga McDonald’s, ia masih saja meraup keuntungan yang besar, padahal tidak cukup sulit untuk memasuki industri itu. Produk dasarnya tidak mungkin dilindungi, sebab tidak sulit membalikkan tehnologi sebuah hamburger. Ini adalah karena sebagai tambahannya tentu (bukan satu-satunya) perlindungan dari selera Amerika dan Budaya AS. Walaupun manajemen, kemampuan menemukan perubahan social terhadap makanan yang lebih cepat dan menyesuaikan dengan kecendrungan juga sangat membantu.

Posisi AS sebagai peng-eksport budaya hanya akan terancam kalau citarasa dunia berubah secara radikal atau budaya itu sendiri kehilangan vitalitasnya. Keduanya pasti terjadi, tetapi belum ada tanda-tanda tentang itu.

(Analis ini belum melihat serangan-serangan Uni-Eropa, dimana mata-uangnya sudah melebihi AS, dan yang paling mengerikan buat AS. Pernah ada usulan dari Iraq dan didukung oleh Iran dan Syiria, untuk menggunakan "Mata Uang Eropa" dalam transaksi minyak Opec. Bila ini disetujui maka "bisa koleps-ah" ekonomi AS, paling tidak mereka AS akan sangat tergantung dengan Eropa, sebab dalam transaksinya AS bisa butuh Milyaran mata uang Eropa itu untuk membeli minyak. Berarti AS butuh devisa atau valuta itu untuk jaga-jaga pembelian minyaknya. Ini sangat menyakitkan AS. Mungkin ini pulalah yang membuat AS ingin menghukum Syiria dan Iran setelah Iraq tumbang).

Problemnya

Kejahatan di AS sangat besar, 1990, satu kejahatan setiap 17 menit, kejahatan terhadap hak milik setiap 2 detik. Secara statistik setiap orang AS akan mengalami kecurian 3 kali lebih dalam hidupnya. 1990-an 1/3 anak yang lahir dengan single parent. Ada 800.000 penjaga keamanan sedangkan polisi resmi hanya 485.000. Asuransi juga sangat tinggi, melebihi proporsinya. Ini disebabkan untuk menjamin keamanan, tuntutan dll. Sehingga benar apa yang dikatakan oleh Jonathan Rauch, dari National Journal: sebagai EKONOMI PARASIT, yaitu bahwa dinegara-negara maju beberapa sumber daya harus dibaktikan untuk melindungi dan mengorganisasi penciptaan kekayaan, dan bukan untuk menciptakan kekayaan itu sendiri.

Karena kacaunya dan tuntutan hak dan kewajiban yang tidak proposional, kira-kira ¾ ahli hukum didunia tinggal di AS. 260.000 (tahun 1960), 756.000 (1990). Jepang dengan penduduk ½ AS hanya memiliki 15.000. Biaya lobi (sebagai biaya transaksi), tahun 1960 yang resmi tercatat di Senat (365), tahun 1992 (40.111). Ini semua (perputaran dan transaksinya) memang meningkatkan GNP tetapi apa ini ekonomi yang diinginkan ?. (data-data diambil dari Hemish Mc Rae, "Dunia tahun 2020".)

AS membelanjakan 13 % GNP untuk kesehatan, 2 kali lipat Inggris atau Jepang. Dengan perhitungan kesetaraan daya beli, perkepala $ 2.867, Inggris $ 1.043 dan Jepang $ 1.267. Walaupun demikian 20 % penduduk AS tidak tercakup dalam asuransi kesehatan.

Pajak dan asuransi kesehatan juga sangat berat, sehingga tahun 1989 Lee Iacocca, pimpinan Chrysler Motors, memperkirakan bahwa asuransi kesehatan bagi angkatan kerjanya menambah $ 700 kepada setiap mobil yang dibuat oleh perusahaan itu, berbanding dengan rata-rata $ 246 untuk pembuat mobil Jepang. 40 % biaya kesehatan hanya masuk kepada asuransi dan Administrasi. Sehingga menurut standart dunia kalangan medis AS dibayar terlalu mahal untuk tingkat keahliannya.

Disamping itu AS memiliki simpanan terkecil diantara negara G-7 yang ada. Simpanan kotor dalam prosentase GDP, AS (16,4), Jepang (32,7), Jerman (24,0), Perancis (20,1), Italia (20,9), Inggris (16,8), dan Kanada (19,4). Dan masih banyak yang lain yang tidak mungkin kita sebutkan semuanya disini.

Eropa

Keunggulannya

Keragaman budaya maupun bahasa, Eropa adalah daerah peng-eksport terbesar didunia, secara bersama-sama. AS hanya 7% yang di eksport dari keluarannya, Jepang 9 %, sedangkan eropa lebih besar dari itu semua. Di Eropa ada Philips, konsorsium Airbus yang merupakan pesaing Boeing dan McDonnell Douglas, ada Rolls-Royce, GE (General Electric). Tiga terbesar perusahaan kimia, BASF, Bayer Han Hoechst milik Jerman.

Industri motor terbesar didunia adalah eropa, dengan memproduksi 13 mobil, Jepang (10 juta), AS dan Kanada (7 juta). Mode, Sampanye dari Italia dan Perancis. Pariwisata terbesar didunia ada di Perancis, Italia dan Spanyol.

Problemnya

Biaya tenaga kerja langsung dan tidak langsung sangat tinggi, dan jam kerja terpendek didunia. Jerman jam kerja mingguan bukan pertanian dan pemabrikan berturut-turut (39,3 dan 39,2), AS (34,3 dan 40,7), Jepang (38,8 dan 45,0).

Ketidakseimbangan dalam struktur industri Jerman, dengan ketergantungan pada pemabrikan elektro-mekanis dan sector elektronika yang relatif lemah. Tehnologi dan organisasi pemabrikan yang tidak lentur, dan reunifikasi Jerman barat-timur merupakan beban yang tidak sedikit. Jasa perbankkan jauh tertinggal dari AS. Kata konsultan dunia MCKinsey, produktifitas perusahaan penerbangan eropa rata-rata hanya 72% dari perusahaan penerbangan AS.

Pengangguran cukup besar, disebabkan insentif dan tunjangan pemerintah yang terlalu tinggi untuk kesejahteraan social. Sebagaian dari mereka terutama inggis dan jerman berbeda pandangan dalam strategi kerjasama. Inggis banyak melihat dunia, kurang memanfaatkan antar eropa, sedangkan jerman lebih dominan kearah perdagangan antar eropa.

Persaingan antar negara mereka cukup membuat kinerja mereka terpacu, tetapi bagaimana ada kesatuan gerak, bahkan malah mungkin saling menyerang jika tidak ada kejelasan langkah dan pandangan. Dengan satu eropa yang sekarang ini hal diatas belum sepenuhnya hilang.

(Analisis ini belum melibatkan potensi uni-Eropa karena masih rentan dan kabur secara data)

Jepang

Keunggulannya

Konosuke Matsushita pernah mengatakan; Kami akan menang dan industri barat akan kalah, tidak banyak yang bias anda lakukan tentang itu karena alas an untuk kegagalannya ada pada diri anda sendiri. Dengan top down anda merasa baik…. Padahal bagi kami manajemen adalah seni memobilisasi dan mengumpulkan sumber daya intelektualsemua karyawan untuk melayani perusahaan. Pikiran banyak orang lebih baik dari segelintir orang.

Jepang mengeksport 88% mesin hitung, 87%alat perekam video, 72% jam, 47 TV, 49% Mobil, mesin cuci 16% dari seluruh keluarannya. Simpanan sangat besar dan menginvestasikan 32% GNPnya (1990). As(17), Jerman (21), Inggris(19), Prancis (21).

Beberapa keunggulan umumnya yang ada pada jepang antara lain: 1) kelenturan industri, dengan kemampuan besar beralih dari satu produk ke produk yang lain. 2) pengembangan atau peniruan produk yang cepat. 3) tingkat simpanan yang tinggi. Ini mengakibatkan: a) perluasan ekonomi bias dibiayai tampa ketergantungan pada biaya asing. b) akan sangat mungkin lebih murah, dan pukulannya kurang dibandingkan dengan hutang luar negeri jika ada resesi. c). ini memcerminkan nilai masyarakat yang peduli pada kemakmuran masa depan. 4) rasa kormat pada pencapaian prestasi pendidikan. Ini bias terlihat dari proporsi memasuki kejenjang yang lebih tinggi AS dalam prosentase (65), Jepang (55), prancis (45), Jerman (43),Inggris (28). Hari pelajaran rata-rata tahunan, lebih tinggi dari Eropa dan AS

Matsushita pernah mengatakan; perusahaan-perusahaan jepang memberikan pelatihan 3 sampai 4 kali lebih banyak dari perusahaan-perusahaan eropa dan AS. Manejer Jepang 85% sarjana, AS 85%, Perancis 65%, Jerman 62% dan Inggris 24%.

Problemnya

Problem yang dihadapi jepang adalah 1) Lingkup produk eksportnya yang sempit, hanya itu-itu saja. Walaupun mengejutkan, tetapi sebarannya kecil dibanding AS dan Eropa. Atau bias kita katakan ketergantungan jepang ke As dan Eropa besar. Import kawasan timur/Jepang ke Eropa dan AS adalah makanan, pesawat terbang, obat-obatan, minyak dan senjata. Ini vital dibanding yang mereka eksport. 2) ketergantungan kepada pasar AS. 1/3 eksport jepang ke pasar AS. 3) Kegagalan system pendidikan melakukan penelitian orisinil. Penemuan dan hal-hal yang benar-benar baru kurang terlitah. Lebih banyak pada pengembangan. 4) Kekurangan eksport jasa. Yang merupakan tren pada masa dating.

B. Paradoks Globalisasi

Dalam bukunya yang sangat terkenal "The end of History and the last Man" (1992), Francis Fukuyama seperti mengikuti filasat sejarahnya Hegel mengatakan bahwa; perjalanan sejarah-sejarah ideology telah berakhir dengan kemenangan Kapitalis dan demokrasi Liberal. Senada dengan hal diatas, Peter L Berger, dalam bukunya "The Capitalist Revolusi (1990) mengemukakan 20 proposisi-tesis yang menunjukkan keunggulan dan "keharusan" untuk menjadi Kapitalis dan Demokratis bila kita ingin menjadi suatu negara yang makmur dan rasional.

Ada semacam kepercayaan yang umum dilakukan bahwa suatu Negara harus menjadi Kapitalis dan Demokrastis, sehingga itu seakan keharusan dan determinisme sejarah "seakan" mengarahkan kesana, tampa bisa dibelokkan atau dilawan dengan "kebebasan manusia" sekalipun. Sebab kebebasan itupun, atau dalam filsafatnya Hegel dikatakan, "evolusi masyarakat tidaklah 'open ended', tetapi mengarah pada satu tujuan idealnya.

Kemenganan 'Kapitalis-demokratis' ini memang terasakan dan seakan mengarah ke finalitasnya dengan globalisasi yang ada sekarang ini. GATT, AFTA, NAFTA, Uni Eropa dan WTO. Dimana sekat-sekat antar Negara, batas teritorial sudah menipis bahkan hilang.

Globalisasi seperti dikatakan oleh Ulrich Beck, kata kuncinya adalah DE-TERITORIALISASI, dimana batas geografis ditiadakan, atau dianggap tidak perlu ada lagi. Tidak ada batas peraturan teritorial antar Negara dalam produksi yang ada hanya jaringan transaksi global. Bukan lagi Negara, atau system masyarakat local, tetapi organisasi global yang mengatur dan menentukan seluk beluk produksi itu. Padahal Territorial dan keteritorialanlah yang membentuk hidup manusia, membangun kesosialannya dan struktur social serta membatasi aktivitas manusia. Keteritorialan yang membentuk dan biasa dimengerti sebagai inti dari kebudayaan, ekonomi, politik, psikologi dll. Manusia dikatakan Arab, Eropa, Cina, Jawa dll karena batas wilayah dan kereritorialannya.

Dengan dasar falsafah globalisasi yang individualis dan persaingan, dimana pihak-pihak yang memiliki kemampuan survive-lah yang nantinya akan mampu gayung bersambut dengan globalisasi, sedangkan pihak-pihak yang lemah akan makin tersingkir dan tereksploitasi. Sehingga disini globalisasi bukan hanya masalah ekonomi saja, tetapi masalah paradigmatic, sebab klaim mereka yang universalitas menyebabkan banyak hal yang harus dilebur atau dipaksa meleburkan diri kepadanya. Penghargaannya yang berlebih-lebihan pada individualisme dan persaingan, bisa berpotensi menjadi "Darwinisme-Sosial".

Dilema Kedaulatan dan Demokrasi

Dengan dalil awal spesialisasi (artinya Negara yang memiliki keunggulan bidang tertentu, hanya perlu membuat yang ia mampu. Sehingga BMW-pun, setir mobil, spidometer dari hongkong, korea, system otomatisasi elektronik dari Jepang, Mesin Jerman dst), Revolusi industri-Tehnologi dan informasi, perdagangan bebas. Dimana ini semua memiliki aturan-aturan tertentu. Maka semua Negara menggunakan aturan main bersama, aturan main global. Memang Negara tidak kehilangan total kedaulatannya, tetapi apa yang ingin diputuskan olehnya terikat dan hampir tidak bisa memutuskan apa-apa, sebab mereka berhadapan dengan masyarakat dunia. Contoh baru-baru ini tentang krisis Indonesia, keputusan-keputusan pemerintah sekalipun itu lewat pemerintah, DPR, "demokratis", tatapi mereka menyerah dibawah ketiak IMF, yang nota-bene a-politis (lebih cenderung kemotif ekonomi/pasar).

Dengan globalisasi ini, para pemilik modal dengan mudah memindah-mindahkan tempat domisili industrinya untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Sehingga terkadang bahkan sering mereka meninggalkan tanggung jawabnya, dimana mereka seharusnya dituntut akan hal itu karena sebelumnya mereka telah mengeruk keuntungannya disana. Contoh baru-baru ini, Sony memindahkan industrinya dari Indonesia. Keputusan-keputusan pemain global yang cenderung a-politis menyebabkan problem sosisl-politik dinegara-negara tertentu dan mengancam demokratisasi.

Demokratisasi membutuhkan individu-individu yang bebas, sementara dengan globalisasi (industrialisasi-tehnologi-informasi) makin mengoptomatisasi individu, sampai-sampai mereka tidak mempunyai kebebasan lagi. Globalisasi juga menarik fundamen-fundamen ekonomi dari rumahnya yang dulu, yakni Negara-negara Nasional. Akibatnya, Negara-negara nasional pun tak punya kekuatan lagi menjalankan ekonominya.

Negara nasional adalah rumah bagi demokrasi, jika rumah itu tergusur, demokrasipun sulit hidup. Demokrasi tak mungkin menggelandang kemana-mana. Maka makin kuatnya globalisasi bisa menjadi ancaman dimokrasi.

Bahaya Fundamentalisme

Secara definitive ada beberapa ciri-ciri fundamentalisme yaitu; 1) SECARA TEOLOGIS biasanya mereka melakukan hal-hal a) Menolak Hermeneutika, yaitu mereka tidak menghendaki adanya penafsiran-penafsiran agama yang dipandang oleh mereka tak sesuai, padahal mereka sendiri dalam melihat kitab suci juga menggunakan tafsiran. Mereka menuduh kelompok lain sebagai modernisme, liberalisme, kompromistis dll. b) Menolak Pluralisme dan Relativisme. Sekalipun dalam faktanya mereka sepakat adanya 'keharusan' pluralisme tetapi dalam pengambilan sikap sehari-hari mereka menolaknya (normative). Karena pluralisme dianggapnya adalah anak kembar dari relativisme. Padahal tidak harus demikian. c) Melawan evolusi dan perkembangan. Mereka tak kenal ampun terhadap teori-teori evolusi Darwinisme, karena dianggapnya menyalahi agama. Sehingga mereka menentangnya, bahkan terhadap para agamawan yang mencoba merangkul teori-teori itu. d) Terlalu berharap pada keselamatan-penolong (Messiah/al Mahdi dll). Disini kita tidak sedang membahas kebenaran klaim itu, tetapi dominasi-kecendrungan bahwa masalah-masalah tak akan terpecahkan tampa adanya mereka, ini yang membuat mereka kurang peka pada tindakan-tindakan praktis. Apalagi bila sampai ada klaim yang paradoks yaitu "Mereka akan muncul bila kekacauan didunia ini memuncak" dan "Tampa adanya kesiapan manusia mereka tidak akan datang". e) peringatan-peringatannya akan ambiguitas modernisme. Mereka agak, bahkan sangat kritis terhadap modernisme yang dibawa oleh barat. Mungkin ini adalah pertahanan diri yang cukup efektif untuk mendapatkan kepastian, tetapi ekstrimitasnya yang lebih banyak melihat sisi negatifnya itu yang juga cukup merugikan. 2) PERSPEKTIF PSIKOLOGI SOSIAL, a) fundamentalime muncul karena alienasi. ini bisa karena isolasi diri, marginalisasi social, tercerabutnya akar budaya dan etis. b) pencarian pegangan akan kepastian. Tidak banyak manusia yang siap dengan ketidak-pastian, walau karena memang variatif dan kompleksitasnya permasalahan dan kebenaran. Mereka lebih senang dengan penafsiran monolitik, dan penglihatan hitam-putih, dari pada perspektif, beragam. Karena dengan itu mereka memiliki kedamaian secara psikologis. 3) PERSPEKTIF SOSIOLOGIS. Anton Shupe dan Jeffrey Hadden, seperti dikutip oleh John Coleman (dalam Basis, No 01-02/2003) mengatakan, Fundamentalisme bisa diartikan sebagai pernyataan bahwa seseorang atau suatu kelompok berhasil memperoleh kembali tradisi suci yang harus ditegakkan untuk memperbaiki masyarakat yang dianggap telah tersesat. Secara sosiologis fundamentalisme mengandaikan; a) menolak perbedaan radikal antara yang kudus dan yang sekuler, yang lahir sebagai akibat modernisme. Disini terkadang bahkan sangat banyak kaum fundamentalis bukan menghambat modernisme malah mempercepatnya, sebab sembari mereka menolak nilai-nilai modernitas, tetapi mereka menginginkan akses yang luas dan memanfaatkan sebanyak-banyaknya perangkat teknis modern. Mereka kata Ammerman, adalah jembatan dari Tradisionalisme, fundamentalisme dan Modernisme. b) suatu usaha untuk mengembalikan percabangan (yang bersifat institusional hal diatas yaitu kudus dan profan) dan ingin mengembalikan peran agama sebagai pusat kehidupan dan penentu dalam kebijakan public. Sosiolog melihat modernisme ( yang tampak dari urbanisasi, industrialisasi, differensiasi) tak bisa tidak mengakibatkan penurunan agama. Bahkan ada yang mendifinisikan Modernisasi dengan berkurangnya kooptasi langit terhadap bumi ( yang dulunya diterangkan secara agama, gaib, nash dll. Kini diterangkan secara rasional, ilmiah, empiris dst). (lihat Prof. DR. J.W. Schoorl, "Modernisme, pengantar sosiologi pembangunan Negara-negara Berkembang", 1984, juga Buku-buku Peter L. Berger. " Kabar Angin dari Langit" dan " Langit Suci", LP3ES ).

Karena rasionalisasi, birokrasi, industrialisasi, otomatisasi , alienasi dst, maka fundamentalisme mengambil bentuk lain, sebagai perlawanan terhadap dominasi dan hegemoni diatas. Yang terasa menyesakkan dada, dan sudah mulai mengusik ketenangan dalam berkehidupan bermasyarakat.

Materialisme memiliki logikanya tersendiri, dengan mekanisme pasar, efisiensi, efektifitas. Industrialisasi, spesialisasi, multi-sourcing dan akhirnya keluar anak kandungnya yang merupakan konsekuensi logis walau kelahirannya dihalang-halangi yaitu Globalisasi. Dengan ini maka alienasi manusia, kesenjangan, eksploitasi der long pour long (manusia oleh manuisa makin menjadi-jadi). Kehilangan makna, kebingungan pluralisme yang tidak memberi kepastian. Berkurang atau hilangnya Negara-nasionalis yang merupakan tempat hidupnya demokratisasi. Akhirnya sebagai "kemungkinan jawaban" dari Manusia Pencari Makna adalah Fundamentalisme, otoriterisme (kerena menginginkan kesatuan arah, tindakan dan kepastian keyakinan dari kebingungan pluralitas-relativitas dan pluralisme-relativisme). Disini menarik analisis Erich From (yang menceritakan kejadian diatas) dalam bukunya "Escape from Freedom". (Pustaka Pelajar,1997: 4).

Disinilah kaum agamawan ditantang oleh hal-hal diatas, kalau agama gagal memberikan jawaban dan orientasi terhadap arus modernitas dan globalisasi ( bukan hanya wacana teologi/syariah literal. "Ada-tiada", "Halal-haram", "fatwa" dan segala tetek bengek lainnya), maka fundamentalisme, otoritarisme dan kekolotan primitive (dalam arti mempertahankan hal-hal tampa mau tau hal lain karena "kebodohan") akan timbul dan memiliki serta menemukan alasan keberadaannya. Mengapa "agama aneh-aneh" ada dan timbul? (David Coresh, Imam Mahdi Lokal, Darmo Gandul dll). Siapa yang bertanggung-jawab itu semua? Layakkah kita memikirkan "Tuhan", dan mengabaikan Manusia dengan Kemanusia-annya?. Padahal agama ini turun untuk Manusia dan Manusia diciptakan untuk Kebaikannya (manusia itu)? ( walau dengan perkataan yang berbeda-beda; "Diciptakan sebaik-baik ciptaan/mahluk". "Diciptakan hanya untuk beribadah" dan "Diciptakan sebagai Khalifah dimuka bumi") dll.

“Maka ambilla sinyal moral (dari pengalaman masa lampau), wahai orang-orang yang punya penglihatan” (Q:S Al-Hasyr:2). Wallahu a'lam Bi-al Shawab..

Muhammad Alwi Habshee

Dosen STIE-YADIKA BANGIL-PASURUAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar