Laman

Minggu, 04 April 2010

Hegemoni Makna dan Tindakan


BIJAKSANALAH DALAM MELIHAT DAN MENIMBANG

Era reformasi sudah bergulir, cirri utamanya yang sangat mencolok adalah terus menerus didengungkan kesetaraan politik, demokratisasi serta kebebasan pers yang sangat besar sekali. Memang keterbukaan pers, kebebasan mengeluarkan pendapat adalah salah satu pilar demokrasi dan demokratisasi. Tetapi dari semua capaian yang sudah ada, kita perlu bijaksana dalam melihatnya. Sebab tidak sedikit kebebasan itu disalah-artikan dan akhirnya dijadikan alat untuk kepentingan keolmpok-kelompok tertentu, khususnya yang ingin menguasai masyarakat, dengan penguasaannya pada opini-publik, yang itu terbentuk dari media massa.

Ada istlah yang sangat familier dikalangan kelompok gerakan, khususnya yang agak kekiri-kirian. Kata-kata itu adalah, "Hegemoni kekuasaan dapat dijadikan alat menjadi hegemoni makna". Kalimat terakhir ini memang sangat populer, dan dielaborasi oleh seorang eurokomunisme (Komunisme Eropa, jangan punya presepsi komunis sama dengan ateis itu tidak selalu benar apalagi dalam tulisan ini), pendiri partai komunis Italia, Antonio Gramsci (1891-1937) dalam karya besarnya Prison Notebooks. Yang secara ringkas mungkin bisa dijekaskan sebagai berikut;

Manusia itu bebas; ada kebebasan secara fisik (yaitu bebas daribelenggu, tidak terikat dll) dan bebas secara rohani (yaitu kemampuan untuk menentukan diri sendiri apa yang kita fikirkan, bergerak kemana, untuk menghendaki sesuatu, untuk bertindak secara terencana dll). Kebebasan rohani bersumber dari akal budi kita, Kebebasan rohani kita seluas jangkauan fikiran dan bayangan kita. Makin luas jangkauan fikiran kita makin luas kebebasan kita. Sedangkan keluasan jangkauan kita, itu tergantung dari wacana, cakrawala berfikir, dan langit langit pikiran kita. Ini semua tergantung dari pengalaman kita, atau informasi yang kita miliki. Makin luas pengalaman dan informasi yang kita miliki makin banyak alternatif-alternatif yang kita punya dan makin besar pula kebebasan kita

Sementara kalau kita mau jujur, yang terbesar yang mempengaruhi informasi kita adalah media masa, baik itu TV, radio, koran, majalah, buku-buku bacaan, bahkan bentuk pekerjaan kita dll. Yang menjadi masalah ialah, apabila ada sekelompok orang, organisasi baik itu negara ataupun kelompok kepentingan tertentu. Mereka menguasai media masa, mereka menguasai hampir semua informasi yang kita terima, atau dengan kata lain kelompok itu menyeleksi apa-apa yang boleh kita lihat, kita dengar, kita baca, bahkan kita lakukan. Maka sebenarnya kebebasan kita akan terganggu. Sebab sekali lagi; Informasi yang kita miliki itulah yang menentukan tindakan kita. Apabila apa yang ada terseleksi, maka pilihan yang kita konsumsi terpilih, yang masuk ke-otak kita juga pasti sudah diseleksi, maka sebenamya tindakan kitapun (sekalipun tidak mutlak total) itu sudah terarahkan ketempat-tempat tertentu (terseleksi).

"Tindakan adalah fungsi dari tujuan", sehingga apabila kita bertindak 'x' (sesuatu), maka mungkin kita punya tujuan 'y' (sesuatu yang lain). Sedangkan tujuan-tujuan itu tergantung dari otak atau pikiran kita. Apabila pikiran kita sudah terekayasa dengan pembatasan apa yang masuk (yang kita lihat, kita baca, kita diskusikan, kita dengar dll), maka tujuan kita-pun sebenarnya sudah terarah (tidak jauh dari pikiran-pikiran itu), dan akhirnya tindakan kita-pun tidak jauh pula dari tujuan-tujuan itu.

Disinilah kita bisa lihat bagaimana super-powernya Microsoft, Google, Yahoo, Face-book, Amazon.com dan sejenisnya. Tidak hanya dalam hal pencetakan kekayaan, tetapi masalah pemberian informasi. Data menunjukkan tahun 2008, google menjadi searching (mesin pencari) terbanyak digunakan (87%) di Inggris dan 71% di Amirika Serikat. Kalau berita anda ditampilkan di urutan ke 100 dalam pencarian, artinya informasi itu hampir tidak pernah dibaca orang….dst. Tidak ada yang punya data, informasi seakurat Amazon.com dalam melihat apa yang disukai konsumen, produk apa yang paling laku, dan hari-hari apa penjualan itu terbanyak bahkan mungkin jenis manusia apa, mengkonsumsi apa, dia paling tahu.

Kita tidak mungkin membendung itu, atau mengisolasi diri dengan keluar dari permainan mereka. Hanya yang perlu dicermati bahkan menjadi streaching tulisan ini adalah, perlunya untuk membentengi diri dari informasi-informasi yang masuk (khusunya yang sudah terekayasa), dengan benteng yang cukup kuat, yaitu: banyaknya alternatif yang kita baca dan alami (aneka ragam informasi. Anehnya, dan kebaikan mereka; google, Yahoo, Amazon.com justru memberikan sangat banyak variasi informasi), sehingga apa yang masuk pada kita, tidak satu informasi, yang akhirnya menimbulkan penafsiran yang monolitik (satu saja). Perlu ada-nya diskusi apapun, sebelum masuk ke-otak dan pikiran kita (timbul pertanyaan, "ini benar atau salah', 'mengapa seperti ini dan seperti itu', dll). Disinila kita perlu benteng ilmu dasar “Benar-salah”, Yaitu alat yang dengan mempelajarinya dengan baik akan timbul dalam diri kita kaca-mata dalam melihat dunia atau filter dalam melihat apapun. Sehingga apapun informasi yang akan masuk ke-otak dan pikiran kita, sudah terseleksi terlebih dahulu. Sehingga kita akan mampu menangkap realitas itu dengan sebenamya (objective reality) bukan realitas semu (pseudo reality). Atau dalam bahasa epistemologi-nya, kita akan mampu menemukan "kebenarari" (yaitu persesuaian antara 'objek' yang mengetahui dan 'subjek' yang diketahui). Apa ilmu dasar itu? Menurut kami mungkin adalah Filsafat, Logika, Bahasa.

Wallahu a'lam bi-al Shawab.

Muhammad Alwi (SMAHJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar